JurnalPost.com – Dari sudut pandang pekerjaan, penting bagi karyawan untuk mengetahui hak-haknya sebagai pekerja. Hak-hak buruh diatur dengan UU atau UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ketenagakerjaan lahir dari pemikiran untuk memberikan perlindungan kepada para pihak khususnya pekerja/buruh sebagai pihak yang lebih lemah dan keadilan sosial dalam hubungan perburuhan antar pihak yang mempunyai cukup banyak persamaan dan perbedaan.
Secara hukum, status pekerja/buruh adalah bebas dan setara. Namun dalam praktiknya, posisi pengusaha dan pekerja seringkali tidak setara. Masih terdapat beberapa hambatan yang bermasalah, termasuk faktor regulasi, faktor budaya pekerja, pengusaha/pengusaha, dan penegakan hukum. Walaupun secara teori kedudukan pemberi kerja dan penerima pekerjaan sama, namun dalam prakteknya berbeda, karena sangat diperhitungkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak-hak pekerja.
Berbagai upaya diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, antara lain: Untuk menciptakan hubungan perburuhan yang adil bagi para pihak, diperlukan intervensi pemerintah dengan membuat peraturan yang lebih memadai, meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum.Jika terjadi permasalahan dalam hubungan perburuhan harus diselesaikan secara adil. Dalam hal ini para peserta hubungan kerja harus memahami hak dan kewajibannya dengan benar serta melaksanakannya dengan benar.
Berikut hak-hak pekerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003:
• Hak dasar untuk mendapatkan upah layak.
• Hak atas kesempatan dan perlakuan yang sama dalam masyarakat tanpa diskriminasi.
• Hak atas pelatihan kerja untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja.
• Hak untuk bekerja sesuai waktu yang ditentukan: Tujuh jam sehari dalam enam hari kerja seminggu atau delapan jam sehari dalam lima hari kerja seminggu.
• Hak atas pekerjaan.
• Hak atas perlindungan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.
• Hak atas jaminan sosial bagi pekerja.
• Hak untuk berpartisipasi dalam serikat pekerja atau serikat pekerja.
• Hak untuk berlibur: Sekurang-kurangnya 12 hari kerja setelah pekerja bekerja terus menerus selama satu tahun.
• Hak untuk beristirahat: Setelah empat jam bekerja terus menerus, pekerja mempunyai kesempatan untuk beristirahat paling sedikit setengah jam.
• Hak cuti melahirkan dan cuti haid khusus bagi pekerja perempuan: Satu setengah bulan sebelum melahirkan dan hari pertama dan kedua haid.
• Hak untuk melakukan pelayanan keagamaan.
• Hak untuk mogok.
• Hak atas uang pesangon apabila terjadi pemutusan hubungan kerja atau pemecatan.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pokok bahasan utama perlindungan tenaga kerja adalah:
• Perlindungan hak-hak dalam hubungan perburuhan.
• Perlindungan terhadap hak-hak dasar pekerja untuk bernegosiasi dengan pengusaha dan melakukan mogok kerja. Perlindungan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.
• Perlindungan khusus terhadap perempuan, anak-anak dan pekerja penyandang disabilitas.
• Perlindungan upah, jaminan sosial dan jaminan sosial bagi pekerja.
• Perlindungan hak untuk memutuskan hubungan kerja.
Sejak disahkannya UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan diharapkan dapat: mendorong isu perlindungan dan jaminan bagi pekerja; Implementasi berbagai instrumen internasional mengenai hak-hak buruh yang telah diratifikasi; Sebagai anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), mendukung dan melaksanakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR).
Pada Februari 2020, pemerintah mengajukan RUU Cipta Kerja ke DPR dengan harapan bisa dilaksanakan dalam waktu 100 hari. UU Cipta Kerja mengubah dan melengkapi beberapa 82 undang-undang, yang mencakup perubahan beberapa pasal dalam UU No. 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. Tentu saja diperlukan perubahan regulasi pendukung untuk mempermudah bisnis.
Dengan adanya globalisasi tentunya akan mempengaruhi cara pandang negara tersebut dalam berusaha menyeimbangkan negara ini dengan negara lain agar mempunyai daya saing yang baik, termasuk Indonesia. Aspek globalisasi yang hadir di seluruh belahan dunia saat ini telah membawa perubahan pada seluruh aspek kehidupan manusia. Perubahan ini tentu juga akan terjadi ketika undang-undang diubah. Perubahan hukum tentunya harus mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di masyarakat dan harus mampu meramalkan bahwa undang-undang yang dianut tidak akan mampu menghadapi kemajuan zaman.
Demi terciptanya ketertiban dan kepastian hukum dalam menghadapi perkembangan dunia, khususnya dalam hal mengundang investor, maka Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Penciptaan Lapangan Kerja. Mengutip ketentuan Pasal 1 Angka 1 UU Cipta Kerja, penciptaan lapangan kerja berarti upaya penciptaan lapangan kerja melalui fasilitasi berusaha, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem penanaman modal, dan fasilitasi dunia usaha dan pusat. pemerintah. investasi dan percepatan proyek strategis nasional.
Hukum merupakan sumber hukum formal. Sumber hukum dalam arti formal berkaitan dengan permasalahan dan berbagai persoalan untuk memperoleh atau menemukan ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. Peraturan perundang-undangan substantif merupakan peraturan tertulis yang berlaku umum dan dikeluarkan oleh otoritas pusat atau badan hukum.
UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur banyak hal mengenai tugas dan hak pekerja. Namun akibat adanya peraturan pembatasan kegiatan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, tidak dapat dipungkiri bahwa operasional perusahaan ditutup sehingga menimbulkan potensi kerugian. pekerja akan diberhentikan karena kerugian yang dialami perusahaan. Oleh karena itu, respons pemerintah terhadap situasi mendesak ini adalah dengan mengesahkan undang-undang penciptaan lapangan kerja yang masih kontroversial di masyarakat.
Artikel Ditulis oleh:
Sylva Salsabella H, Bayu Wicaksono Widodo, Attiyyatu Sa’diyah, Naning Novitasari, Mahasiswa Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang.
Quoted From Many Source